Berpaling Dari Tumpukan Duri


Efek kafein menyisakan hidup di tengah malam yang memutar balikkan pikiran disetiap pejuru masa yang pernah dilalui tubuh, membuat hati ingin beranjak namun tak bergerak.
Asa yang tak pernah berhenti disetiap sudut tempat berpikir. Kenapa tubuh ini masih hidup, sementara badan sudah tak sanggup untuk bertahan dalam situasi seperti ini??
Sering mengulurkan tangan, tapi tak pernah tersampaikan. Apa arti sebuah pengorbanan?
Hati yang begitu lapang sehingga tidak pernah mendendam, tetapi mengapa saraf ini masih menyimpan semua hal yang terlewatkan. Bukankah dengan mengingat berati dendam?
Jika badan ini sudah tak sanggup, mengapa tidak mati saja? Apakah mempertahankan asa itu penting?
Jangan putus asa,
Hey, jangan putus asa.
Hari ini dan esok masih tetap sama, tidak ada yang berubah. Sama seperti si pikiran yang memikirkan tidak tubuhnya, tubuh yang sudah berjarak dengan asa.
Asa, bagaimana asa nya hari ini????
Ahh, masa itu
Siapa yang peduli. Ada yang berteriak memberikan semangat, namun hanya sekedar berucap. Ada yang menepuk tangan ketika tubuh beranjak di depan. Tak kalah banyaknya ketika tubuh tergeletak bersama waktu yang sudah dikorbankan.
Semua sama saja, sorakan itu sama saja.
Sama sekali tidak padan dari jatuh dan bangkitnya tubuh.
Untuk siapa semua ini? Wahai badan, jika sudah tak sanggup jangan lagi berpura mampu.
menyerahlah
menyerahlah pada asa,
asa yang yang sudah lelah berpihak dengan hati dan pikiran.
Berharap semua berakhir dengan baik.
Akankah hati, tubuh, pikiran, badan , berdamai dengan asa??

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Berpaling Dari Tumpukan Duri"